Bola Pahlawan Kecil Ku

Kamis, 24 Maret 2011

                Tiap aku selesai sholat aku selalu berdoa agar aku tak dijadikan anak tunggal lagi,cukup bagiku menjadi anak tunggal selama tiga belas tahun.Akhirnya Tuhan mendengar dan mengabulkan doa ku,aku akan mendapat seorang adik.Maka akan ku pastikan jika rumah yang selama belasan tahun ini sepi akan menjadi ramai.Aku akan menjadi seorang kakak,seseorang yang akan menyuapi adikku dikala ia sakit,menggendongnya ke kamar mandi jika ia sedang tak bisa berjalan.Selama sembilan bulan sudah bundaku mengandung,dan akhirnya waktu yang ku nanti-nanti tiba.Sore tadi bunda ku melahirkan bayi perempuan cantik yang kulitnya masih kemerah mudaan.Dan ayah menamai adikku Kania Sesilia.
            Tujuh tahun berlalu,adikku kini tumbuh menjadi gadis kecil yang lucu nan cantik.Tapi,dibalik perangainya yang seperti itu,dia sangat terobsesi pada benda bundar yang bisa menggelinding kesana kemari,bisa disepak orang dari sana ke sini,yaitu bola.Saban sore,saat aku mengambil dan mengeluarkan bola dari lemari,adiku selalu membuntutiku,aku tau maksud adiku apa,ia juga ingin bermain bola dengan ku.Akhirnya aku mendapat teman main untuk bermain bola.Suatu saat ia menggatakan pada ayah bahwa ia ingin dibelikan bola.
“Ayah,Kania kalau udah besar nanti mau jadi pemain bola kayak orang-orang itu” kata adiku sambil menunjukan jari telunjuknya pada layar televisi yang pada saat itu acaranya adalah pertandingan bola.
“Kania,anak perempuan itu gak boleh main bola.” Jawab ayah sambil membelai-belai rambut keriting panjang adiku.
“Aaahh ayah,kakak Marvel cowok aja boleh main bola.Aku cewek gak boleh,Kania kuat kayak cowok,Kania mau bola,pokoknya Kania mau bola!” Rengeknya sambil menarik baju ayah.
“Iya,nanti ayah belikan.Sekarang sudah malam ini waktu nya Kania tidur.Marvel,ajak adik tidur sana!”
“Iya,yah..”
            Pukul 00.00 handphone ku berbunyi,ku terbangun dari tidurku.Aku memicingkan sebelah mata ku untuk melihat di layarnya.”ULANG TAHUN KANIA”.Seperti itulah tulisanya,hari ini adiku berulang tahun.Setelah melihat pengingat di handphone ku tadi,mataku sulit untuk ku pejamkan lagi,aku tak bisa tidur gara-gara memikirkan kado apa yang akan ku berikan kepada adiku,adik yang selama ini membuat ku tertawa karena tingkahnya yang lucu,aku akan memberikan kado spesial untuk nya,tapi aku bingung.
            Pagi-pagi benar aku melihat bunda telah menyiapkan kue ulangtahun untuk adiku,bunda memang begitu,kalau tidak seperti itu bukan bundaku namanya.Ia memang sangat perhatian kepada ku dan adiku.Waktu aku pulang sekolah,aku melihat-lihat ke dalam toko yang ada di sebelah jalan raya menuju komplek rumahku,aku terfokus kepada satu benda di dalam toko “instrument sport”,mataku dengan sejurus langsung terbelalak ke bola yang digantung di depan toko olahraga itu.Aku membeli sebuah bola untuk kado ulang tahun adiku Kania.
            Sesampainya di rumah,kado itu aku berikan kepada Kania,saat ia membukanya dan ia melihat isi kotak yang ku bungkus dengan kertas kado bergambar bola itu,ia langsung memelukku.Tak ingin rasanya aku beranjak dari saat terindah seperti ini.
“kakak,makasih ya.Kania udah dikasih bola.” Ucapnya sambil memelukku erat.
“Ia,Dik.Tapi,Kania hati-hati kalau mau main bola,Kania gak boleh maen di jalanan!”
            Setelah ia mendapat bola dariku itu,Kania selalu menendang bolanya kesana kemari,tak jarang vas,piring,gelas dan kaca di rumah pecah karena tersenggol bola nya.
Pyaaarrrrrrrr.....
“Kania,apa yang pecah?” Teriak bunda dari dapur.
“Hmmm..piring,Bunda.Kania minta maaf ya?Kania gak sengaja!” jawab adiku sambil menundukan kepalanya karena takut dimarahi oleh bunda.
            Hampir setiap hari,ada saja barang-barang yang pecah karena bola adiku itu.Setiap bunda mendengar ada benda yang pecah,bunda hanya berkata apa yang pecah.Pagi itu,adalah pagi yang tak akan pernah bisa ku hilangkan dari benak dan fikiranku,saat itu Kania sedang menendang bolanya ke luar rumah,bolanya melambung tinggi jauh lalu keluar pagar rumah,Kania yang masih lugu itu langsung saja mengejar bolanya.Tanpa ia sadari,tepat di depannya ada mobil truk besar.Ayah dan aku yang saat itu ada di beranda depan,tanpa berfikir panjang langsung berlari menghampiri Kania,dengan segera ku tarik tangan Kania dan ayah yang larinya sangat kencang tak mampu menghentikan larinya,alhasil ayah terjatuh tepat di bawah truk itu,aku yang berada disitu tak sanggup melihat kepala ayah terlindas ban truk besar itu.
            Karena kejadian itu juga,aku tak bisa berjalan,kaki ku terlindas ban truk saat aku menarik tangan adiku,akhirnya aku tak bisa berjalan lagi.Saban hari,bunda hanya termenung.Diam,diam,dan diam.Itu lah ritual bundaku saat ini,aku tak sanggup melihat semua ini.
Sepeuh tahun berlalu,ekonomi keluargaku mulai morat-marit.Uang tabungan ayah dan uang ganti rugi atas kematian ayah telah habis.Andai saja dulu aku tak membelikan Kania bola,mungkin sore ini aku dan keluarga ku masih bisa berkumpul,bercanda gurau di ruang keluarga.Bunda memutuskan untuk bekerja di luar negeri,setiap tiga bulan sekali bunda mengirimkan uang untuk aku dan Kania,tetapi sudah 3 tahun terakhir ini,bunda tidak mengirim uang dan ia pun tak pernah memberi kabar.Aku tak bisa apa-apa,karena kakiku sudah lumpuh,lalu Kania berbicara padaku jika ia akan pergi ke negri Jiran untuk bekerja seperti bunda.
Beberapa bulan selanjtnya,aku mendengar kabar tentang bunda,kabarnya tak mengenakan.Bunda telah menikah lagi dengan orang Malaysia,ia telah menetap dan menjadi warga negara sana.Aku tak menyangka semua ini terjadi.Kania semakin mendesak-desak agar ku izinkan pergi untuk bekerja,dengan berat hati,ku izinkan adiku untuk meratau ke negeri tetangga.Ia telah menjelma sebagi gadis kuat dan tegar bak pahlawan perempuan yang sudah tak tahan dengan keadaan yang mencekik-cekik kehidupan.Bagi ku ia seorang pahlawan,pahlawan yang selama ini membantuku berjalan saat aku akan ke kamar mandi,pahlawan yang selama ini menyuapi ku saat aku sakit,padahal itu adalah janjiku sendiri yang ku tujukan kepada Kania,saat aku masih berumur 13 tahun,tapi aku kecewa tak bisa menepati janji kepada diriku sendiri.Tak henti-hentinya aku mengutuki diriku sendiri,bahwa aku gagal menjadi paahlawan bagi adiku.
Sudah tiga tahun ini adiku bekerja di Malaysia,ia rutin mengirimi aku uang.Sekarang adiku yang benar-benar menjadi pahlawan bagiku.Tapi,pagi tadi aku mendapat sepucuk surat dan ku lihat secarik kertas  yang isi nya tak mengenakan dan menggelisahkan hati.

“Kakak marvel,jangan pernah kakak merasa menjadi simpai keramat nan jauh disana.Kakak adalah pahlawan,tetap menjadi pahlawan bagi ku.Tapi,sekarang ini aku mendapat cobaan nan tak tertanggungkan,sebulan yang lalu aku hampir dibunuh oleh pemilik rumah ini,aku tak sadar kak,jika aku balik menyerangnya,sebilah pisau aku tancapkan ke dada nya,aku tak tahan dibuatnya,karena selama ini aku sering dilukai nya.Sekarang aku di pengadilan Malaysia.Aku dituntut oleh istri dari orang yang ku bunuh itu.Aku akan di hukum mati karena telah merenggut nyawa orang.Kakak,aku mohon dan aku meminta dengan penuh hormat,kakak datang kesini sebelum aku dihukum.Aku ingin bertemu pahlawanku yang dulu mengajariku bermain bola,orang menyelamatkan ku saat maut akan menerkamku dan seseorang yang rela mengorbankan kakinya untukku.”
            Air mata ku menetes membasahi secarik kertas itu,aku tak dapat berfikir,mengapa semua pahlawan dalam kehidupanku hilang satu persatu,apa aku akan benar-benar menjadi simpai keramat?
            Hari itu aku telah berada di Malaysia.Aku akan menyaksikan adik yang ku sayangi dihukum mati,aku tak akan sanggup.Pukul 10.00,orang-orang yang memakai penutup kepala itu membawa Kania pergi memasuki ruang pucat penuh kutukan itu,Kania menitihkan air matanya sambil menoleh kecil padaku.Setelah 30 menit,orang-orang tadi membawa jenazah Kania kembali ke ruangan ini.Aku tak kuasa menahan air mata ku,dada ku sesak.Ku lihat ada seorang perempuan berjalan mendekati jenazah Kania sambil tersenyum kecil,rupa nya ia adalah istri dari orang yang telah dibunuh Kania,saat ia berjalan berbalik arah,ia menatapku.Aku sepertinya kenal denganya,perempuan cantik berajah kupu-kupu di punggung tanganya itu adalah seseoarang yang selalu mengatakan kata apa lagi yang pecah saat Kania kecil tak sengaja menendang bola hingga mengenai benda itu,beliau adalah ibunda ku.
            Perempuan itu berdiri tepat di depanku sambil mengerutkan dahinya dan memicingkan sebelah matanya,aku hanya diam karena aku tau,orang itu telah membuat nyawa Kania terenggut.Lalu,ada seorang petugas dari pengadilan yang pemberikan secarik kertas kepada perempuan tadi.Surat itu adalah surat terakhir yang ditulis Kania sebelum ia dihukum mati.
“Bunda,terima kasih karena selama bertahun-tahun bunda secara tidak langsung telah sedikit demi sedikit mengembalikan kerusakan ekonomi keluarga kita yang morat marit.Bunda,selama ini Kania tau bahwa majikan Kania itu adalah bunda.Terima kasih..bunda adalah wonderwomen dalam hidup Kania.”
            Setelah membaca surat tadi,air mata nya menetes.Ia pun langsung tak sadarkan diri,dan akhir-akhir ini bunda ku agak stres karena kejadian tentang Kania,tanpa ia sadari ia telah membunuh anaknya sendiri.
Sering kali ia berbicara sendiri,ia tersenyum-senyum kadang-kadang menangis menyebut-nyebut nama Kania.
“Kania,apa yang pecah?piring ya?sini bunda bersihin!” rintih bunda dengan berlinang air mata di pipinya sambil memeluk bola Kania yang aku berikan padanya dulu.
            Kini,jika bunda tau,yang pecah adalah hatiku.Pahlawan yang menjaga ku dulu kini telah tiada,tinggal kenangan.Namun,Kania.Adik juara satu seluruh dunia,arsitek penjaga hati peluluh kasih sayang,jiwa tertegar dan terkuat seantero jagad raya,selalu ingin menjadi dan memberi yang terbaik untuk orang yang ia sayangi.

By: Taa Renita

0 komentar:

Posting Komentar